Belum Berhasil ke Belanda

May 31, 2012


Postingan mengenai Belanda yang saya tulis beberapa waktu yang lalu, adalah tulisan yang saya buat spesial untuk lomba menulis artikel tentang belanda, Kompetiblog2012. Hadiah utamanya (untuk 2 orang) menggiurkan sekali: Mendapat kesempatan summer school gratis selama dua minggu di Utrecht, Belanda, pada pertengahan tahun ini. Berhari-hari saya meriset fakta-fakta tentang kreativitas Belanda, sampai akhirnya memutuskan untuk mengambil tema kreativitas dan perilaku mengambil resiko. Saya mengirimkan tulisan sambil berdoa, tapi juga mengingatkan diri untuk tidak berharap terlalu banyak. Pasti para peserta lain pun melakukan usaha yang sama besarnya (atau malah lebih) untuk membuat tulisan yang bagus…

Pengumuman pemenangnya sudah diumumkan kemarin, dan hasilnya…. Tulisan tersebut tidak berhasil membawa saya ke Belanda. Sedih, tapi apa boleh buat. Pemenang 1 dan pemenang 2 nya memang membuat tulisan yang menarik dan unik. Saya ikut senang dengan keberhasilan mereka, dan sepenuh hati berharap semoga mereka mendapat banyak pengalaman yang menyenangkan dan bermanfaat di Utrecht nanti.

Untuk saya sendiri, saatnya untuk evaluasi dan refleksi. Walaupun sering melihat info tentang lomba menulis di blog, ini pertama kalinya saya berpartisipasi. Alasan utamanya tentu karena hadiahnya. Bukan hanya karena ini summer school gratis di luar negeri, tapi karena lokasinya sendiri di Belanda. Memangnya kenapa dengan Belanda..?

Ketika mengikuti program pertukaran pelajar di Swedia dua tahun lalu, saya dan Monic mendapat sahabat baru: dua mahasiswa pertukaran dari Belanda, Patrick dan Dittie. Dua orang yang ramah, terbuka, banyak bicara, lucu dan menyenangkan. Mereka mahasiswa pendidikan di Belanda, para calon guru (sekarang sudah jadi guru). Kalau kami jalan berempat pasti tampak lucu: Dua orang tinggi besar (cantik dan tampan pula) yang jalannya cepat, diiringi dua kurcaci yang berjalan dengan ngos-ngosan (tidak biasa jalan cepat-cepat plus punya kaki pendek).

Selama di Swedia, Patrick dan Dittie inilah yang sering kali menginisiasi acara yang menyenangkan untuk kelompok kecil kami: Main langlauf, main ski, masak dan makan bersama, nongkrong di kafe pinggir sungai (kangen brownies karamelnya… >_<), main ke taman ria di Goteborg, bahkan road trip selama seminggu dari Boras ke Nordkapp, Norwegia, ujung utaranya Eropa (total perjalanan sekitar 2000 kilometer..?!), untuk menyaksikan matahari di tengah malam. 

yang diujung kecil sendiri itu saya... ^^;

Sampai sekarang, perjalanan ke Nordkapp itu masih terasa surreal, apalagi kalau mengingat pemandangan yang kami lihat waktu itu: Jam menunjukkan pukul 12 malam tapi matahari masih menggantung di atas cakrawala, berwarna jingga kemerahan (karena belum musim panas jadi mataharinya ngga terlalu tinggi)… Saya, Monic, Patrick, Dittie dan Andre (mahasiswa pertukaran dari Jerman) terpesona, mengambil foto bersama sambil menggigil kedinginan (karena masih banyak salju juga ternyata, plus anginnya dingiiin). Seminggu perjalanan dalam mobil Volvo, tentu tidak selalu menyenangkan, terkadang ada suasana ngga enak yang ngga bisa dihindari, tapi itu terbayar dengan apa yang kami dapat. Plus, selama perjalanan itu, kami jadi lebih saling mengenal satu sama lain.

Yang paling berkesan dari kedua orang itu adalah bagaimana mereka menghargai pertemanan dengan sepenuh hati, juga toleransi, keterbukaan pikiran, serta kejujuran mereka. Budaya jam karet yang kadang masih nempel di saya dan Monic terkadang membuat mereka sebal, dan mereka terang-terangan mengungkapkannya, bukan bisik-bisik di belakang seperti yang lebih sering dilakukan dalam lingkaran pertemanan remaja di tanah air (tidak bermaksud menggeneralisir, ada juga kok teman-teman saya yang bisa jujur sejujur-jujurnya).

Mereka juga sangat toleran terhadap saya yang muslim. Dalam salah satu obrolan kami, Patrick dan Dittie mengungkapkan kekurang-sukaan mereka pada beberapa imigran dari Maroko yang tidak bekerja dan cenderung mengandalkan dana bantuan dari pemerintah, tidak adil untuk warga yang sudah membayar pajak. Tapi mereka menyadari tidak semua muslim seperti itu, dan mereka menghargai saya sebagai seorang individu yang unik dan punya kepribadian sendiri. Mereka mengerti ketika saya tidak ikut beberapa party, tidak makan babi dan tidak minum alkohol (waktu acara masak bersama, mereka sampai mencarikan sosis halal supaya bisa dimakan bersama…), harus permisi mencari tempat sepi ketika kami sedang jalan-jalan karena saya perlu sholat…

Nah yang paling menghangatkan hati…. Mereka juga komitmen dan memegang janji, dengan cukup cepat. Selama di Swedia dan terutama pada saat masa pertukaran akan selesai, kami saling berjanji untuk mengunjungi negara masing-masing. ’Someday I will come to your country!’ Tentu saja untuk saya, someday itu sesuatu yang sangat jauh, entah kapan saya bisa punya cukup uang untuk pergi ke Belanda, atau setidaknya mendapat durian runtuh ke Belanda dengan gratis…

Tapi Patrick dan Dittie berjanji dengan cukup spesifik. ‘Tahun depan kami akan datang ke Indonesia!’, kata mereka, sambil membuat rencana untuk mengumpulkan uang.

Dan setahun berikutnya, Juli 2011, mereka betul-betul datang ke Indonesia. Setelah selama setahun mereka bekerja sambilan untuk mengumpulkan uang, di sela-sela menyelesaikan perkuliahan. Selama di Indonesia, mereka mengunjungi daerah Bali dan Yogyakarta. Sayang seribu sayang (eaaa udah kayak lagu dangdut), saya saat itu sedang KKN, jadi tidak bisa sering-sering bertemu mereka ketika ada di Jogja. Monic yang lebih sering menemani. Untungnya, dengan cerdasnya saya sudah memilih untuk KKN di Jogja dan bukan di daerah lain… Jadi masih bisa ijin KKN dan bertemu, makan malam bersama, jalan-jalan di Kraton, memperkenalkan mereka pada family karaoke, hingga jalan-jalan ke Solo dan melihat air terjun Tawangmangu.

Sedih sekali ketika mengantar mereka pulang. Saya berharap bisa segera memenuhi janji untuk menemui mereka di Belanda. Maka dari itu ketika info Kompetiblog muncul, saya jadi cukup bersemangat untuk ikut. 

Tapi, mungkin belum waktunya saja. Saya sih masih percaya, ketika kita gagal dalam suatu hal, Allah sudah menyiapkan skenario lain yang lebih indah untuk kita. Itu sudah sering saya alami; Gagal di AFS, menyelesaikan SMA dengan normal, masuk UGM di angkatan 2007, dan mengalami banyak hal yang berharga, yang belum tentu bisa saya dapat seandainya saya masuk kuliah di tahun 2008. Gagal mendapatkan NUPACE ke Jepang, ternyata malah dapat Linnaeus Palme ke Swedia, mendapat banyak pengalaman berharga. Masih banyak lagi kegagalan-kegagalan yang pernah didapatkan, yang sampai saat ini mungkin belum ketahuan skenario yang lebih baiknya apa, tapi tidak apa. Yang penting adalah usaha kita tetap maksimal, tidak menyerah di tengah jalan….

Salah satu hikmahnya sekarang, saya bisa semakin fokus dengan skripsi dan job hunting. Deadline personal skripsi saya tinggal 1 bulan lagi, on fire…! Sudah mendapat masukan yang sangat mencerahkan dari berbagai pihak, insyaallah bisa…! >_< Semangat!

You Might Also Like

4 comments

  1. salam kenal dari Surabaya :)
    semoga lain kali bisa mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi Belanda dan bersua dengan teman2 lama :)

    ReplyDelete
  2. salam kenal dari jogja.. :)
    Terima kasih banyak atas doanya :) Amiiiin....

    ReplyDelete
  3. oiya Tanti, thanks sdh pasang link-ku disini. blognya aku link di www.kulink.blogspot.com ya :) krn blog yg ndutyke.com emang sengaja ga pake blogroll :)

    ReplyDelete
  4. Iya sama-sama... Ini juga untuk memudahkan kalo mau mengunjungi hehe... :)

    ReplyDelete

Terima kasih sudah membaca..!! :)
Silakan tinggalkan komentar disini ya...