Lady Gaga dan Standar Ganda
May 24, 2012"Lady Gaga dilarang tampil karena pakaian dan perilakunya
yang seronok. Lah itu para penyanyi dangdut koplo memangnya tidak seronok?
Kenapa mereka tidak dilarang juga?"
Kalimat diatas kerap terlontar sebagai respon terhadap
penolakan terhadap konser Lady Gaga di Jakarta.
Saya tidak akan memfokuskan pembahasan dalam tulisan ini
terhadap kontroversi konser Lady Gaga-nya. Sudah banyak sekali pembahasan dan update mengenai isu tersebut. Yang mau saya bahas adalah
komentar yang saya kutip di awal tulisan: Mengapa orang bisa mengatakan no pada suatu hal, tapi oke-oke saja
pada hal lainnya, padahal kedua hal tersebut secara substansial serupa?
Istilah kerennya adalah double standard, diterjemahkan bebas menjadi standar ganda. Secara
etimologis, artinya standar ganda adalah pemberlakuan beberapa prinsip yang
berbeda terhadap situasi yang sama. Mengutip dictionary-reference: Double standard is a set of principles that allows greater freedom to one person or group than to another .
Greater freedom for the Otters |
gambar dari veridemotivational
Isu standar ganda ini sering bersangkut-paut dengan isu
gender. Sering kan ada, standar ganda dimana orang lebih permisif terhadap laki-laki
tapi tidak ke perempuan (Misalnya, Laki-laki merokok = macho. Perempuan merokok
= pemberontak).
Tapi selain isu gender, standar ganda sering kali muncul
dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saya, ngga tega untuk makan sate kelinci,
sementara kalau sate ayam malah suka. Padahal kelinci dan ayam sama-sama hewan.
Kalau mau tegas, sekalian saja jadi vegetarian (no kelinci, no ayam) atau bold carnivora (kelinci oke, ayam
oke..). Alasan saya ngga tega makan kelinci? Karena dia imut… >_<.
Sungguh masuk akal (not). Padahal parameter imut pun berbeda-beda. Disini saya punya
standar ganda tentang memakan daging.
Contoh lainnya muncul dalam lelucon tentang orang cakep
dan orang jelek –pasti sudah pada pernah dengar- . Salah satu isi leluconnya: Orang cakep jomblo, pasti karena belum nemu
yang sreg; Orang jelek jomblo, pasti karena ngga laku-laku. Meskipun berada
dalam situasi sama (jomblo), orang cenderung lebih permisif terhadap orang
cakep dibandingkan orang yang tidak dikaruniai kelebihan fisik...
Contoh lainnya lagi, tersebutlah sebuah negara adidaya
yang mengkalim dirinya sebagai pembela hak asasi manusia, dan selalu berusaha
untuk mengaplikasikan itu… Namun di lain pihak negara tersebut juga melakukan
agresi militer dan membenarkan pelanggaran hak asasi yang dilakukan oleh negara
sekutunya terhadap negara lain *ups sentimen*.
Berbagai macam penelitian sudah dilakukan untuk
menginvestigasi keberadaan si standar ganda ini, misalnya penelitian yang
dilakukan oleh Foschi (1996), yang membuktikan adanya bias terhadap ekspektansi
kompetensi kinerja pegawai perempuan dan laki-laki (perempuan mendapat
ekspektansi lebih tinggi).
Penyebab terciptanya standar ganda macam-macam, tapi yang
paling utama ya karena sifat manusia sebagai makhluk yang irasional dan
dinamis. Terkadang memang sulit bagi individu untuk memiliki sikap yang
konsisten terhadap suatu isu. Kita bukan robot yang diprogram untuk secara konsisten berkata yes or no saja. Sikap kita terhadap suatu hal menjadi relatif, tergantung dengan situasi dan kondisi... Dan persepsi serta stereotype dan segala faktor luar yang ada.
Pada akhirnya, memang terkadang memiliki standar ganda
adalah hal yang tidak dapat dihindari. Ya sudah, be cool with it. Yang
menyebalkan adalah, punya standar ganda lalu memaksa orang lain untuk mengikuti nilai yang dipegangnya. Kembali ke analogi sate kelinci, akan sangat menyebalkan
kalau saya akhirnya memaksa orang lain untuk tidak memakan sate kelinci, padahal di sisi lain saya tetap memakan sate ayam.Why can't we just live peacefully with our own standard, and respect other's standard as well...?
Referensi:
Foschi, M. (1996). Double Standards in the Evaluation
of Men and Women. Social Psychology Quarterly, 59(3), 237-254.
0 comments
Terima kasih sudah membaca..!! :)
Silakan tinggalkan komentar disini ya...