Selamat tinggal, romantisme di peron…!

March 23, 2012


PT.KAI sedang mempertimbangkan untuk membuat proyek kereta api cepat, Jakarta-Bandung. Whoa. Mudah-mudahan lancar. Kemudian nanti diteruskan, Jakarta-Jogja. Walaupun akan memakan waktu lama, pasti worth it sih....

stasiun indonesia, 10 tahun lagi?

Belakangan ini sepertinya perusahaan kereta ini semangat sekali meningkatkan kualitas pelayanannya. Sekarang sudah ada kereta ekonomi AC Jogja-Jakarta, yang harganya cukup murah untuk kualitas yang cukup nyaman. Kelas bisnisnya juga sudah lumayan membaik. Waktu ke stasiun Tugu kemarin, fasilitas-fasilitasnya juga tampak bertambah bagus. Dan sepertinya mereka menerapkan banyak aturan baru, yang bertujuan positif lah pastinya. Tapi salah satu aturan barunya tidak terlalu sreg bagi saya…

Terhitung mulai tanggal 1 Oktober 2011, sistem karcis peron sudah ditiadakan. Karcis seharga 2500 yang bisa dibeli oleh pengunjung stasiun, yang tidak punya tiket kereta api tapi ingin masuk ke dalam peron. Saya baru mengetahui hal itu ketika akan berangkat ke Bandung kemarin. Saya dan Mbak Silvi –teman ketemu di Boras- diantar oleh Monic, dan kami bermaksud untuk makan dan mengobrol di restoran dalam stasiun, sekalian menunggu kereta.

Masuk lewat pintu utama di gerbang timur, saya takjub. Ruangan tempat beli karcis yang dulunya cuma diisi pilar dan pengumuman jadwal kereta –padahal cukup luas-, sekarang diisi banyak kursi, ditata dengan cukup apik.  Kami berjalan dengan pede ke pintu gerbang kedua menuju peron. Saya dan mbak Silvi menunjukkan tiket, Monic bersiap membayar 2500. Ternyata,sudah ngga bisa lagi masuk kalau ngga bawa karcis. Pengantar cukup mengantar sampai di ruang tunggu. Maka dari itu mereka menyediakan banyak kursi. Ngga berhasil membujuk bapak penjaga pintu, akhirnya kami makan di angkringan kopi jos di luar stasiun, hujan-hujan.

Alasan dihilangkannya tiket stasiun ini adalah untuk meningkatkan ketertiban di stasiun. Kata bapak penjaga loketnya, untuk mencegah penumpang gelap di kereta. Menurut sumber-sumber dari internet, ini lebih untuk menghilangkan celah korupsi, dan menurunkan angka kriminalitas di peron stasiun.

Masuk akal, tapi apakah tidak ada cara lain untuk mengatasi permasalahan tersebut? Soal penumpang gelap, kan bisa melakukan pemeriksaan tiket sebelum penumpangnya naik, misalnya. Korupsi –terdengar ga nyambung- bisa dengan melakukan pengawasan lebih ketat. Kriminalitas di peron, ya perkuat patroli…. Completely banning the access maybe effective to reduce the trouble, but it also hurt a lot of people who has necessity to go to the platform…!

Saya punya beberapa kenangan dengan peron di stasiun tugu.

1) Waktu Caro, sahabat pena dari Perancis maen ke Jogja, saya dan teman-teman mengantar dia sampai ke peron stasiun. Setelah dia masuk kereta, kami melakukan hal bodoh seperti berpantomim membentuk huruf Caro...

dipotret dari dalam kereta. Me was trying to create a "C"

2) Tiap EDS akan mengikuti lomba di luar kota, member yang tidak ikut lomba pun akan mengantar sampai ke peron, memberi dukungan moral.  Saya ingat pertama kali akan ikut lomba di Jakarta dulu, senpai saya sampai mengantar ke peron. Yang ada pacar, juga diantar sampai ke peron #iri. Giliran saya ngga ikut lomba, juga tetap mengantar, ikut menunggu kereta datang.

3) Yang paling random, suatu ketika Papah ada acara di Surabaya. Untuk jalur pulang, beliau naik kereta dari sana ke Bandung, yang ada jadwal berhenti sebentar di stasiun Tugu. Benar-benar sebentar, Cuma 5-10 menit-an. Tapi karena udah lama ngga pulang, jadilah saya datang ke Tugu dan janjian bertemu di peron sekedar 5 menit-an ~dikasih uang saku juga yay~.

Itu baru saya. Mbak Silvi lain lagi, beliau hobi piknik bersama suami dan anaknya untuk masuk ke peron kereta dan menonton kereta yang lewat –apparently anaknya maniak kereta api-. Yang lainnya mungkin punya berbagai kepentingan juga.

Dan siapa sih yang ngga ingat adegan fenomenal ini…?

Adegan yang selalu bikin menangis....
gambar via zulm

Adegan perpisahan antara Rahul dengan Anjeli tidak akan sesedih ini kalau bukan di peron!

Oh, dan juga adegan ini…

Why Daniel why...??? That hair style, that beard..! >_<
gambar via ohnotheydidnt

Saya ngga tahu sih kalau di stasiun King Cross yang aslinya bagaimana, apakah memang orang masih bisa mengantar sampai ke peron. Seingat saya kalau di Sweden dan Jerman kemarin, orang bebas-bebas saja masuk ke dalam stasiun dan peron. Ngga ada tiket peron sama sekali. Pemeriksaan tiket cuma ketika di dalam kereta saja.

Sementara kalau di Jepang, berdasarkan situs ini, tiket peron masih diberlakukan. Karena mereka pakai pintu otomatis, jadi harus memasukkan tiket itu ke mesin, harganya sekitar 120-160 yen, tiket termurah untuk perjalanan kereta.

Anyway. Kalau dipikir-pikir, sebetulnya masih ada cara untuk bisa masuk ke peron sih… Dengan membeli tiket kereta termurah, KRL atau pramex. Tapi tiket pramex biasanya baru bisa dibeli beberapa jam sebelum kereta berangkat. Kalau sedang ngga ada jadwal, berarti tetap ngga bisa masuk….

Yah. Begitulah. Mungkin ini saatnya mengucapkan selamat tinggal pada romantisme di peron. Mungkin nanti orang akan terbiasa juga dengan perpisahan di ruang tunggu/ruang pengantar stasiun. Manusia kan cepat beradaptasi. Tapi tetap saja, saya akan rindu dengan masa-masa itu...

You Might Also Like

4 comments

  1. Intinya, Indonesia pasti bisa mengejar ketertinggalannya! haha :)

    ReplyDelete
  2. Yup, mungkin akan memakan waktu, tapi lebih baik daripada nggak... ;)

    ReplyDelete
  3. di luar negeri memang ngak bisa masuk kok, tetapi kalo mau ada kenangan ya korbanin lah beli Satu Tiket udah itu keluar lagi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hee, sudah pada ngga bisa masuk yah? Sayang...
      Iya yah kalau memang ingin dapet kenangan mungkin harus rela mengorbankan sedikit budget... :)

      Delete

Terima kasih sudah membaca..!! :)
Silakan tinggalkan komentar disini ya...