PT.KAI sedang mempertimbangkan untuk membuat proyek kereta api cepat, Jakarta-Bandung. Whoa. Mudah-mudahan lancar. Kemudian nanti diteruskan, Jakarta-Jogja. Walaupun akan memakan waktu lama, pasti worth it sih....
stasiun indonesia, 10 tahun lagi?
Belakangan ini sepertinya perusahaan kereta ini semangat
sekali meningkatkan kualitas pelayanannya. Sekarang sudah ada kereta ekonomi AC
Jogja-Jakarta, yang harganya cukup murah untuk kualitas yang cukup nyaman.
Kelas bisnisnya juga sudah lumayan membaik. Waktu ke stasiun Tugu kemarin,
fasilitas-fasilitasnya juga tampak bertambah bagus. Dan sepertinya mereka
menerapkan banyak aturan baru, yang bertujuan positif lah pastinya. Tapi salah
satu aturan barunya tidak terlalu sreg bagi saya…
Terhitung mulai tanggal 1 Oktober 2011, sistem karcis peron sudah ditiadakan. Karcis seharga 2500 yang bisa dibeli oleh pengunjung stasiun, yang
tidak punya tiket kereta api tapi ingin masuk ke dalam peron. Saya baru
mengetahui hal itu ketika akan berangkat ke Bandung kemarin. Saya dan Mbak
Silvi –teman ketemu di Boras- diantar oleh Monic, dan kami bermaksud untuk
makan dan mengobrol di restoran dalam stasiun, sekalian menunggu kereta.
Masuk lewat pintu utama di gerbang timur, saya takjub.
Ruangan tempat beli karcis yang dulunya cuma diisi pilar dan pengumuman jadwal
kereta –padahal cukup luas-, sekarang diisi banyak kursi, ditata dengan cukup
apik. Kami berjalan dengan pede ke pintu
gerbang kedua menuju peron. Saya dan mbak Silvi menunjukkan tiket, Monic
bersiap membayar 2500. Ternyata,sudah ngga bisa lagi masuk kalau ngga bawa
karcis. Pengantar cukup mengantar sampai di ruang tunggu. Maka dari itu mereka
menyediakan banyak kursi. Ngga berhasil membujuk bapak penjaga pintu, akhirnya
kami makan di angkringan kopi jos di luar stasiun, hujan-hujan.
Alasan dihilangkannya tiket stasiun ini adalah untuk
meningkatkan ketertiban di stasiun. Kata bapak penjaga loketnya, untuk mencegah
penumpang gelap di kereta. Menurut sumber-sumber dari internet, ini lebih untuk
menghilangkan celah korupsi, dan menurunkan angka kriminalitas di peron
stasiun.
Masuk akal, tapi apakah tidak ada cara lain untuk
mengatasi permasalahan tersebut? Soal penumpang gelap, kan bisa melakukan
pemeriksaan tiket sebelum penumpangnya naik, misalnya. Korupsi –terdengar ga
nyambung- bisa dengan melakukan pengawasan lebih ketat. Kriminalitas di
peron, ya perkuat patroli…. Completely banning the access maybe effective to
reduce the trouble, but it also hurt a lot of people who has necessity to go to
the platform…!
Saya punya beberapa kenangan dengan peron di stasiun
tugu.
1) Waktu Caro, sahabat pena dari Perancis maen ke Jogja,
saya dan teman-teman mengantar dia sampai ke peron stasiun. Setelah dia masuk kereta,
kami melakukan hal bodoh seperti berpantomim membentuk huruf Caro...
2) Tiap EDS akan mengikuti lomba di luar kota, member
yang tidak ikut lomba pun akan mengantar sampai ke peron, memberi dukungan
moral. Saya ingat pertama kali akan ikut
lomba di Jakarta dulu, senpai saya sampai mengantar ke peron. Yang ada pacar,
juga diantar sampai ke peron #iri. Giliran saya ngga ikut lomba, juga tetap
mengantar, ikut menunggu kereta datang.
3)
Yang paling random, suatu ketika Papah ada acara di Surabaya. Untuk jalur
pulang, beliau naik kereta dari sana ke Bandung, yang ada jadwal berhenti
sebentar di stasiun Tugu. Benar-benar sebentar, Cuma 5-10 menit-an. Tapi karena
udah lama ngga pulang, jadilah saya datang ke Tugu dan janjian bertemu di peron
sekedar 5 menit-an ~dikasih uang saku juga yay~.
Itu
baru saya. Mbak Silvi lain lagi, beliau hobi piknik bersama suami dan anaknya
untuk masuk ke peron kereta dan menonton kereta yang lewat –apparently anaknya
maniak kereta api-. Yang lainnya mungkin punya berbagai kepentingan juga.
Dan siapa sih yang ngga ingat adegan fenomenal ini…?
Adegan perpisahan antara Rahul dengan Anjeli tidak
akan sesedih ini kalau bukan di peron!
Oh, dan juga adegan ini…
Saya ngga tahu sih kalau di stasiun King Cross yang
aslinya bagaimana, apakah memang orang masih bisa mengantar sampai ke peron. Seingat
saya kalau di Sweden dan Jerman kemarin, orang bebas-bebas saja masuk ke dalam
stasiun dan peron. Ngga ada tiket peron sama sekali. Pemeriksaan tiket cuma
ketika di dalam kereta saja.
Sementara kalau di Jepang, berdasarkan situs ini, tiket peron masih diberlakukan. Karena mereka pakai pintu otomatis, jadi harus memasukkan tiket itu ke mesin, harganya sekitar 120-160 yen, tiket termurah untuk perjalanan kereta.
Anyway. Kalau dipikir-pikir, sebetulnya masih ada cara untuk bisa masuk ke
peron sih… Dengan membeli tiket kereta termurah, KRL atau pramex. Tapi tiket pramex biasanya baru bisa dibeli beberapa jam
sebelum kereta berangkat. Kalau sedang ngga ada jadwal, berarti tetap ngga
bisa masuk….
Yah. Begitulah. Mungkin ini saatnya mengucapkan selamat
tinggal pada romantisme di peron. Mungkin nanti orang akan terbiasa juga dengan
perpisahan di ruang tunggu/ruang pengantar stasiun. Manusia kan cepat
beradaptasi. Tapi tetap saja, saya akan rindu dengan masa-masa itu...