The Greatest Showman: Antara fiksi dan realita

January 22, 2018

Ingat nggak, awal tahun 2000an pernah ramai yang namanya eksibisi makhluk aneh dan supernatural, semacam jenglot, manusia kerdil, dan sebagainya? Saya nggak pernah berkunjung sih karena sudah terintimidasi duluan dengan rumor soal jenglot, tapi pernah lihat poster dan bagian luar eksibisinya waktu jalan-jalan di mana, gitu. Lama-lama saya sadar isi eksibisinya itu sebetulnya either benda-benda hoax atau orang dengan fisik yang unik.

Di Amerika, eksibisi semacam itu juga pernah ramai tapi di abad 19, disebut freak show. Dan pelopor dari acara itu adalah Phineas Taylor Barnum. Yang kisah hidupnya baru saja dijadikan inspirasi untuk film the Greatest Showman.

The hottest man, yes?

Kemarin saya menonton filmnya, tanpa prior knowledge sama sekali kecuali dengar rekomendasi dari teman-teman bahwa filmnya bagus sekali. Jadi soal freak show itu saya sama sekali nggak sadar, awalnya menduga si Barnum ini sekedar pemimpin sirkus biasa.

Anyway. Filmnya ternyata engaging sekali. Plotnya sederhana tapi relatable. Beware of mild spoiler:

Lahir sebagai anak tukang jahit miskin tidak membuat Barnum menyerah untuk mengejar mimpinya, juga untuk menikahi teman masa kecilnya, Charity. Ketika keadaan finansial keluarga kecilnya kritis, Barnum memutuskan untuk berbisnis: Membuka museum benda-benda aneh bin ajaib. Tidak laku. Mengikuti saran anaknya, Barnum mempekerjakan orang-orang dengan keunikan khusus untuk beraksi di museumnya. Orang cebol. Perempuan berjanggut. Kembar siam. Orang bertato. Orang-orang tertarik!

Tapi kesuksesan kemudian diikuti dengan berbagai macam tantangan, mulai dari kritikus yang menuduh (secara akurat) bahwa pertunjukan Barnum itu hoax, juga godaan internal untuk terus mengejar kesuksesan dan lupa dengan siapa yang pernah membantunya di awal-awal. Apakah Barnum bisa mengatasi semua cobaan tersebut?

Selain kisah Barnum, ada juga sub-plot tentang Philip (Zac Efron), penulis drama yang direkrut Barnum agar bisa menaikan derajat pertunjukannya. Philip ini kemudian jatuh cinta dengan Anne (Zendaya), pemain trapeze Afrika-Amerika di pertunjukannya Barnum, yang tentu saja di era mereka adalah sesuatu yang tidak bisa diterima secara sosial.

See, a "zero-to-hero" story, a bunch of misfits who try to stand up, a mentor-trainee relationship, forbidden yet sweet lovers. Paket lengkap lah, untuk segi cerita, walaupun nggak semuanya dieksplor dengan dalam. Dan trial and tribulance-nya Barnum kok segitu doang, tapi ya sudahlah ya keterbatasan waktu. Karakter-karakter perempuannya seperti biasa masih jadi pelengkap atau pemicu drama dan semuanya fokus jadi objek karakter laki-laki, tapi ya sudah lah ya. Zendaya at least tampak mandiri sampai pertengahan walaupun dia nggak banyak bicara (girl crush detected).

Dari segi lagu dan musikalitasnya, A-MA-ZING. Enak didengar semua, dan liriknya pun powerful dan empowering. Paling suka dengan A Million Dream (ini bisa masuk ke list lagu tentang mengejar impian nih), Rewrite the Stars, dan Never Enough. The Greatest Show dan This is Me-nya juga oke. IMHO lagu favorit tiap orang pasti beda-beda tergantung dengan lagu apa yang paling relate bagi mereka saat ini. Kalau untuks saya, ya A Million Dream :"). Sudah tahu lagu apa yang akan saya nyanyikan kalau ada sesi karaoke nanti nih (biar nggak melulu nyanyi lagu Jepang).

Saya selesai menonton dengan hati gembira dan puas.

Nah sebagai penonton kepo, saya lantas mencoba mencari tahu bagian-bagian mana saja yang real dan bagian mana saja yang dibumbu-bumbui. Oh boy.

Ternyata lebih banyak fiktifnya dibanding nyatanya. Yang mana itu nggak salah juga sih, karena namanya film kan memang selalu penuh dramatisasi.

But the glorification in this movie doesn't do justice to the right people.

Barnum yang asli, sebelum terjun ke dunia pertunjukan, juga sudah berbisnis di berbagai macam hal. Tapi bisnis entertainment dia ternyata jauh lebih shaddy dibandingkan dengan yang ditampilkan di film. Orang cebol yang dia pekerjakan, misalnya, di film diceritakan berusia 22 tahun, sementara aslinya 4 tahun. Wut. Bearded lady bahkan dipekerjakan sejak bayi. Say whaat?

Mungkin memang benar bahwa di zaman mereka, Barnum sudah membuat gebrakan dengan mempekerjakan orang-orang unik, yang sebelumnya cenderung disembunyikan. Tapi to name him a champion of humanity and diversity? Hmmm....

Soal Swedish Nightingale yang disponsori Barnum untuk konser di Amerika, itu nyata. Tapi, spoiler alert,


Jadi final verdict? The Greatest Showman itu film yang menghibur, reccommended untuk ditonton keluarga. Tapi yaa anggap saja sebagai kisah yang 100% fiksi ya.

You Might Also Like

2 comments

  1. Setuju sekali. Memang benar-benar menghibur namun jauh dari kisah nyatanya. Bahkan sebelum Golden Globes, ada petisi yang meminta mereka untuk tidak memberikan awards satupun ke film ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah ternyata separah itu ya reaksi orang...
      Tapi tetep menang Best Original Song ya di Golden Globe ^^

      Delete

Terima kasih sudah membaca..!! :)
Silakan tinggalkan komentar disini ya...