Life of Pi: From a Mindblowing Book to a Visually Stunning Movie
December 06, 2012Life of Pi adalah buku yang sulit untuk saya ceritakan
kembali dalam beberapa kata saja. Novel tentang survival ketika kapal karam?
Iya sih, tapi bukan cuma itu… Novel tentang perjalanan spiritualitas? Iya sih,
tapi tidak seeksplisit itu juga… Ketika pertama kali baca dulu waktu SMP, saya bahkan
sempat mengira kalau buku ini diangkat dari kisah nyata, jadi semacam
otobiografi (Ternyata bukan, murni fiksi).
Kata yang paling bisa mengekspresikan kesan saya?
Mindblowing. Pemikiran Pi mengenai spiritualitas, perjuangannya di laut,
hubungannya dengan Richard Parker sang singa, belum lagi ending yang
mengejutkan… Betul-betul memorable. Walaupun banyak detil cerita yang akhirnya
terlupakan sejak terakhir kali baca bukunya (terakhir baca… waktu awal-awal
kuliah…?), tapi tetap saja Life of Pi meninggalkan kesan mendalam.
Ketika mendengar bahwa Life of Pi akhirnya difilmkan, perasaan
saya senang dan cemas. Ang Lee yang sukses dengan Crouching Tiger Hidden Dragon
dan Brokeback Mountain juga pernah kurang berhasil mengadaptasi Hulk jadi film,
kan. Tapi tetap excited dan penasaran untuk menonton.
gambar dari sini
Syukurlah, kecemasan saya tidak terwujud. It turns out
that Life of Pi the movie is also great in its own way. Dua jam yang dihabiskan untuk menonton tidak terasa
sia-sia. Saya juga tidak menyesal membayar 35 ribu dan repot-repot menonton
dengan kacamata dobel (kacamata minus ditimpa kacamata 3D.. Fashion crime
banget >_<), karena efek 3Dnya luar biasa.
Sebelum mengomentari lebih lanjut, sedikit sinopsis dulu
lah ya. Isi filmnya sama persis dengan bukunya, tentu dengan banyak memotong
adegan disana-sini karena keterbatasan waktu. Menggunakan alur flashback, film
ini diawali dengan Pi Patel dewasa yang menceritakan kisah hidupnya pada
seorang penulis yang mendatangi Pi untuk mencari inspirasi. Maka berceritalah
Pi tentang asal usul namanya, kisahnya sebagai anak pemilik kebun binatang, kisahnya
dalam mencari tahu agama, cinta monyetnya…
Hingga puncaknya, kisah Pi yang menghadapi tantangan tak terduga di
tengah perjalanannya dari India menuju Kanada melalui kapal laut. Kapal yang
ditumpangi Pi, keluarga dan binatang-binatang milik ayahnya diterpa badai, sehingga
akhirnya Pi terjebak dalam sebuah sekoci bersama seekor keledai yang kakinya
patah, orang utan, hyena, dan singa bengali…. Bagaimana kisahnya sehingga Pi
berhasil selamat? (Iya udah pasti selamat kan ya, wong si Pi sendiri sekarang
bisa bercerita ke si penulis)…
Yang paling menonjol dari film ini adalah visualisasinya.
Seperti yang sudah banyak dikomentari, efek 3D yang digunakan betul-betul luar
biasa. Pemandangan lautnya, pemandangan hewan-hewannya, semua tampak indah dan
nyata. Waktu baca bukunya, kesan yang saya tampak ketika masuk arc survival di
laut ya berat dan ganas… Ternyata dalam filmnya, jadi tampak indah dan syahdu. Somehow,
narasi dan deskripsi dari Pi yang cukup vivid dalam bukunya cukup berhasil
digantikan oleh penjelasan visual dalam filmnya.
Penceritaannya sendiri, menurut saya sedikit banyak
berhasil menangkap esensi Life of Pi. Tetapi karena bukunya sendiri tipe
yang sulit dideskripsikan, memang masih tidak bisa seratus persen menggambarkan
isi bukunya sih. Secara keseluruhan, bukunya masih terasa lebih padat dan lebih dalam. Perjalanan spiritualnya si Pi, bagaimana ia berkenalan dengan ketiga agamanya misalnya, masih lebih detil di bukunya. Hubungan antara terdamparnya Pi di lautan dengan perjalanan
spiritualitasnya juga, bagi saya belum begitu bisa tergambarkan di filmnya.. Sementara
kalau di dalam bukunya, beberapa narasi Pi ketika ia ada di laut lumayan bisa
menggambarkan hal tersebut. Bahkan banyak sub-sub topik menarik di bukunya yang tidak dimunculkan, misalnya pandangan Pi mengenai kebun binatang dan animal rights.
Tapi tetap salut dengan akting dari pemeran Pi. Setengah dari film ini kan akhirnya berisi akting tunggal si Pi (yang ditemani singa setengah-CGI), tapi sama sekali tidak membuat bosan. Itu sudah keren sekali.Dan Richard Parkernya...! Benar-benar terasa hidup dan menjadi sosok yang luar biasa....
Tapi tetap salut dengan akting dari pemeran Pi. Setengah dari film ini kan akhirnya berisi akting tunggal si Pi (yang ditemani singa setengah-CGI), tapi sama sekali tidak membuat bosan. Itu sudah keren sekali.Dan Richard Parkernya...! Benar-benar terasa hidup dan menjadi sosok yang luar biasa....
Pada akhirnya, sama seperti novelnya yang menimbulkan
beragam interpretasi, film ini juga bisa meninggalkan beragam interpretasi bagi
penontonnya. Tapi pasti kesan yang didapat adalah sesuatu yang positif dan
dalam. Ang Lee dan seluruh staf karyawan yang membuat Life of Pi.... Thanks for not ruining my childhood..! :D Seperti bukunya, film Life of Pi ini akan menjadi sesuatu yang memorable
sekali bagi saya…. 4,5 dari 5 bintang..!
Trivia 1: Ada untungnya juga menonton film adaptasi buku
dengan jeda yang lama sekali sejak membaca bukunya. Kita jadi tahu garis besar
ceritanya, tapi tetap bisa lumayan kaget dan terpukau dengan detil-detil cerita
yang kita lupa tapi digambarkan dalam filmnya. Seperti pulau misterius yang
dikunjungi Pi. Saya hampir lupa ada adegan itu, jadi ketika muncul, esensi
surprisenya tetap terasa ketika si Pi mengetahui nature dari pulau tersebut….
Trivia 2: Nama sang Singa, Richard Parker, tidak diambil
sembarangan oleh sang penulis. Ada sejarah unik tersendiri mengenai nama
Richard Parker dan kapal karam, yang membuat kisah alternatif yang diceritakan
Pi di akhir film jadi terasa relevan sekali. Little mindblowing fact yang
membuat saya semakin kagum dengan penulisnya….
6 comments
bacanya pas SMP menjelang SMA juga nih aku...tapi udah lupa banget ceritanya...jadi pengen nonton >_<
ReplyDelete*jaman segitu bacaannya Winnetou dkk, sekarang komik* -___-
Iya bagus kok, ayo nonton...
DeleteAhaha saya juga frekuensi baca novelnya berkurang drastis sejak kuliah... (。-_-。)
Soalnya baca yg berat-beratnya udah banyak juga dari text book & jurnal kan ya.. *membela diri*
akhirnyaaa...aku nonton juga ---setahun lebih ei--- setelah beberapa minggu yang lalu baca bukunya lagi, hehe...nonton bajakan >_< stab, (don't) kill me~
Deletekeren CG-nya, yang paling memorable ketika ada bayangan ibunya di lautan dalam, ih..
orang yang udah baca dulu sambil membayangkan adegan demi adegan dari bukunya jadi semakin kuat kesan ceritanya setelah nonton ini
tapi kalau belum baca dan nonton dulu ada beberapa hal yang diperlihatkan tapi tidak dinarasikan jadi mungkin ngga gitu paham (duh, tiba-tiba aku lupa contoh adegannya yang mana)
yah seperti yang Tanti bilang, detail-detail yang pasti ngga bakal cukup kalau difilmkan semua ya :D *mau review telat banget jadi di sini aja*
Woohoo.. Akhirnya nonton juga ya... ^^
DeleteSetuju Ima, ini mesti baca bukunya dulu kalau bener-bener ingin menangkap pesan-pesan ceritanya, kalau cuma liat filmnya mungkin sekedar liat parade CGI aja jadinya...
Haha saya juga masih suka nonton streaming sih jadi ngga berhak protes... ^^ Tapi kalo film 3D nggak ditonton di bioskop kayaknya kenikmatan nontonnya berkurang kali ya... *Lalu kemudian menyesal karena nggak sempat nonton Gravity di bioskop*
pingin nonton, tapi takut jadi bosen huhuhu
ReplyDeleteMemang pacenya agak lambat sih.. Tapi mbak Bebe yang suka fotografi pasti suka sama scene-scenenya yang bener-bener cantik :)
DeleteTerima kasih sudah membaca..!! :)
Silakan tinggalkan komentar disini ya...