Dia, dia, dia..

April 15, 2014

Bahasa Swedia, seperti halnya bahasa Inggris dan Indo-Eropa lainnya, menggunakan kata ganti yang gender-specific, terutama untuk orang ketiga. Dia laki-laki di bahasa Swedia itu han (kata kepunyaannya jadi hans), dia perempuan itu hon (kemudian jadi hennes untuk kata kepunyaan). Tapi ternyata, guru bahasa Swedia saya menjelaskan, sekarang ini semakin banyak orang menggunakan kata ganti yang gender netral, hen. Hen sendiri kalau menurut wikipedia sudah ada sejak tahun 1966, dan mulai populer digunakan masyarakat umum sejak tahun 2000an.

Mungkin trend digunakannya hen berkaitan dengan tingginya kepedulian terhadap kesetaraan gender disini? Atau sekedar demi kepraktisan? Kalau untuk kepraktisan sih, sebetulnya relatif ya. Ada saatnya kata ganti yang menunjukkan gender bisa mempermudah transfer informasi.. Tapi memang bisa juga kata ganti tersebut mempersulit komunikasi, misalnya ketika kita mau membicarakan subyek yang gendernya tidak diketahui, seperti yang dibahas di artikel ini.

Apapun alasannya, baguslah kalau memang kata hen akan lebih sering digunakan. Sebagai native bahasa Indonesia, saya masih suka ketukar-tukar waktu mengunakan han dan hon, sama seperti waktu dulu belajar he-she... ^^;

Bicara soal hubungan antara kata ganti dan isu gender, jadi teringat dengan teori Sapir-Whorf yang dulu sempat dibahas disini... Kalau memang bahasa itu mencerminkan budaya suatu bangsa, apakah berarti bangsa Indonesia pada dasarnya lebih tidak membeda-bedakan gender ya...? Tapi tidak juga sih, kalau dilihat dari kehidupan sehari-hari, jelas-jelas ada peran gender yang berbeda antara laki-laki dan perempuan....

Masih berkaitan dengan kata ganti, saya masih belum mendapat padanan kata untuk "beliau" dalam bahasa Inggris (dan svenska) nih. Kata ganti untuk orang ketiga yang menunjukkan rasa hormat.. Apakah itu berarti di bahasa Indonesia, menunjukkan rasa hormat dan perbedaan status itu lebih penting daripada pembedaan gender..? Hmmm....




You Might Also Like

2 comments

  1. Ih, lama nggak mampir ke sini, tiba2 aja sudah muncul satu lagi postingan maha kritis :) Love it...



    out of topic: kata ganti yang terkait gender ternyata nggak cuman dimiliki bahasa-bahasa eropa saja, bahasa jepang dan mandarin juga begitu, sedangkan bahasa Punjab, Thailand, Maori dan Filipina (tagalog?) tidak ada perbedaan. Kenapa bisa begitu?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thanks Mel... :D

      That's another mystery... Eropa sama Jepang & Cina kan beda-beda karakternya, Punjab dkk juga... Bahasa itu semakin diulik semakin banyak pertanyaan yang muncul ya ^^

      Delete

Terima kasih sudah membaca..!! :)
Silakan tinggalkan komentar disini ya...